Tiga Kata Untuk Hidup Damai Selamanya: LET IT BE. (udah, nikmatin aja!)

Kayaknya udah lama banget saya ngga nulis apa-apa di sini. Biasa lah jadwal syuting padat merayap.. /halah

Hmm. Yah sebetulnya banyak pemikiran seruntulan lewat-lewat di kepala sih. Mulai dari pengin pamer cerita tentang liburan ke negeri sakura, sampai pengin sok-sok ngomentarin penistaan agama, tapi, kemudian kayak: " ah, udahlah ngga usah dibahas lagi." gitu. Mungkin nanti kalo mood nya muncul lagi bakal saya bahas, meskipun jadi basi sih yah hahahaha.

Tapi, serius deh. Pernah ngga sih kalian ngerasa kayak: "ah. udahlah biarin aja." setiap menghadapi momen dalam kehidupan? (tsaah bahasanya!) Soalnya, belakangan ini saya ngerasa kayak gitu. Ngga tahu apakah ini efek pendewasaan (ceilah!) atau memang udah capek aja menghadapi momen dengan over-reacted? Tapi kayaknya dua-duanya agak ngga mungkin sih hahaha. Soalnya saya masih bereaksi berlebihan terhadap rilisnya film animasi disney terbaru di bioskop (AKU MAU NONTON MOANA DONG PELISS!!!) /plaaaak.

Oke, baiklah. Kita abaikan kemungkinan-kemungkinan yang memicu munculnya perasaan aneh yang baru menginfeksi saya ini. Kita loncat aja ke bagian dampaknya di kehidupan saya.. NEXT!

Jadi, berkat falsafah LET IT BE yang baru menginfeksi saya ini, saya yang sekarang ngga lagi semeledak-meledak dulu. Sebetulnya bagus juga sih. Tapi, saya malah ngerasa lama-lama saya bisa berubah jadi robot haha. Robot dengan satu-satunya program buat dilakukan: "hiduplah dengan baik, sisanya lihat saja nanti."

Misalnya kayak ketika saya merasa orang lain melakukan ketidak adilan terhadap saya, maka saya cuma berpikir: "jangan dibalas, urusan kamu cuma hidup dengan baik. ketidak adilan yang dia lakukan ke kamu, biarlah menjadi urusannya. bukan urusan kamu."

Atau ketika dalam kerja tim, entah apapun itu bentuknya, pendidikan kek, kantor kek, ada anggota tim yang lalai dan saya terpaksa mem-back up semuanya, saya berpikir: "protes satu kali, kalau masih diulangi, maka biarlah itu menjadi urusannya. urusan kamu cuma kerjakan semampu kamu dengan sebaik-baiknya, anggaplah suatu hari nanti akan ada gunanya."

Bahkan hal yang sama juga saya terapkan dalam kaitannya dengan hubungan persahabatan atau yang lebih ekstrim malah dalam percintaan (keterlaluan yah? maafkan daku!!). Ketika orang-orang tersebut tak lagi memulai percakapan, sudah tak lagi menghubungi saya secara pribadi bahkan sekadar untuk menanyakan kabar, maka saya juga memilih untuk tak lagi capek-capek berusaha memulai percakapan ataupun menghubungi mereka secara pribadi untuk sekadar berbagi kabar. Gimana yah. Menurut saya sebuah hubungan yang sehat itu memiliki timbal balik yang tulus. Ada 'saling' yang bikin hubungan terus berjalan kan? Jadi, anggaplah mereka sibuk seperti saya yang juga sibuk. Mungkin mereka tak sempat sapa-sapa, maka biarkan saja. Suatu hari jika mereka ingat saya, mungkin notif pribadi dari mereka akan muncul juga. Kalau tidak ada, ya sudah. Cukup hidup saja dengan baik dengan orang-orang tulus yang sungguhan peduli. Keluarga, misalnya. Beres. Ya, saya paham sih manusia butuh bersosialisasi. Tapi, gimana yah. Saya capek sih sama hubungan yang FAKE gitu. Kayak cuma saya yang excited tapi di pihak sana ternyata biasa aja, atau malah di sana cuma memanfaatkan saya aja. Jadi, sekarang berpikirnya: "jika mereka butuh bantuan, they know where to find me. i'll help as long as i can help. jika mereka butuh tempat curhat, they know where to find me. saya akan siap mendengarkan. if they don't, yasudah tidak perlu ditanya, tidak perlu diganggu. sebisa mungkin hindari minta bantuan, hindari curhat. bantu diri sendiri sebisanya. curhat dengan kontemplasi sebisanya."

Untuk urusan sosial media, belakangan ini saya sering sekali sudah bikin draft panjang lebar tapi batal diposting. Kalau dulu mungkin saya lebih ke arah: "bodo amat ini akun gue. suka suka gue.", tapi sekarang saya berpikir: "apakah ini perlu? apakah ini penting? apakah ini benar-benar sesuatu yang pantas disebarluaskan? hmm. yaudah. batalin aja lah.". Oleh karena itu, saya sekarang lebih fokus memposting hal-hal yang berkitan dengan humor aja. Yaa meskipun kadang selera humor saya kurang dipahami sih /sedih. Bukan berartii saya ngga update soal isu-isu dalam dan luar negeri loh. Tapi biasanya isu-isu kayak gitu saya baca sendiri atau kadang juga saya diskusikan dengan circle terdekat dan terpercaya /halah.

Yah, jadi begitulah. Berbekal falsafah LET IT BE, saya jadi lebih berusaha menikmati momen yang terjadi dalam hidup tanpa pusing-pusing dipikirin. Pokoknya urusan saya cuma menjadi orang yang lebih baik, yang berusaha untuk menjalani hidup sebaik-baiknya tanpa ngurusin orang lain yang jahat ke kita, tanpa ngurusin orang lain yang belum tentu tulus peduli sama kita. Titik tanpa koma.

*background music: The Beatles - Let It Be*

Comments

Popular posts from this blog

Bro, Sis, Keluarga Kecilmu Bukan Trophy Kemenangan Loh...

Monsters University: Kisah Di Balik Sukses Mike dan Sulley di Monsters Inc.

Perempuan-perempuan Patriarki