Kalau Jodoh Tak Lari Ke mana. Kalau Tak Ingin Berjodoh, Harus Lari Ke Mana??
Ciputat, 01 April 2015
Saya lagi kepikiran sebuah kata-kata terkenal sepanjang hayat:
“Kalau jodoh, tak lari ke mana.”
Kata-kata semacam itu mungkin terasa menghibur bagi orang yang kepincut
setengah mati sama seseorang. Tapi, bagi orang-orang yang benci sepenuh hati
sama orang-orang lainnya, kata-kata seperti itu berubah menjadi momok yang
mengerikan.
Konsep jodoh, takdir, dan lelucon kosmik, di hadapan orang-orang yang
mendamba pasti bikin bahagia. Coba bayangkan, ada berapa juta orang di dunia yang
sibuk berdoa untuk bertemu atau paling tidak sekadar berpapasan dengan
seseorang dan berakhir dengan tidak mendapatkan apa-apa? Sementara ada orang
lainnya yang tidak pernah melakukan hal serupa, bahkan mungkin berdoa hal
sebaliknya namun berakhir dengan mendapatkan sebuah “kutukan”?
Saya pernah baca buku tentang kekuatan pikiran yang mampu menjadi
semacam magnet yang membuat semesta “menarik” apa yang kita pikirkan untuk
mendekat. Masa iya pikiran penuh cinta dan doa malah kalah kuat dengan pikiran
penuh kebencian? Ngga habis pikir aja sih.
Masalahnya, orang-orang yang mendamba tapi tidak mendapatkan apa-apa
masih bisa dengan lapang dada bilang: “kalau jodoh, tak lari ke mana. Mungkin
memang belum berjodoh aja.”
Nah, bagaimana dengan
orang-orang yang tidak mendamba sama sekali? Perlukah kita dengan panik bilang: “KALAU TAK
INGIN BERJODOH, HARUS LARI KE MANA??!”
Comments
Post a Comment