Seks Pra-nikah? Pikir Lagi!
Ciputat, 18 September 2013
Jaman sekarang mencari manusia perawan, perempuan apalagi laki laki,
sulitnya sama seperti mencari sehelai jerami di tumpukan jarum. Serius. Fakta
yang didapat di lapangan akan terasa menusuk-nusuk seperti jarum. Saya bukan mendiskriminasi
kaum yang melegalkan seks pra-nikah juga sih. Hanya menurut saya, kita tak
perlu saling memaksa saja. Kalau menjalin hubungan dengan orang yang
berseberangan pendapat, ya harus saling memahami. Kedua belah pihak harus
menghargai prinsip masing-masing dong. Begitu lah kira-kira.
Tapi, di dalam tulisan kali ini, mohon maaf pada kaum yang melegalkan
seks pra-nikah, saya akan berbagi beberapa alasan kenapa saya memilih berada
berseberangan pendapat dengan kalian. Mohon maaf jika ada pihak pihak yang
merasa tersinggung, saya hanya ingin berbagi pendapat tanpa bermaksud menggurui
apalagi menghujat. Tulisan saya ini juga tidak akan bawa bawa agama atau Tuhan.
Keyakinan ini murni dari pendapat pribadi, karena saya pikir, bagaimana jika
suatu hari saya tak lagi percaya agama atau Tuhan? Berarti keyakinan itu juga
akan hilang begitu saja, bukan? Baik, mari kita mulai saja. Jadi, kenapa saya
berpendapat bahwa seks lebih baik dilakukan pasca-menikah?
1.
Untuk mengistimewakan suami atau istri kelak.
Coba anda pikir, berapa lama seseorang
memutuskan untuk mengakhiri masa lajang dan memilih anda sebagai pendamping
hidupnya hingga mudah-mudahan hanya maut yang akan memisahkan? Bagi perempuan,
coba pikir: Butuh berapa lama dia memutuskan untuk menyerahkan calon anak-anaknya
untuk kalian lahirkan dan didik hingga dewasa nanti? Bagi para laki-laki, coba
pikir: Butuh berapa lama dia memutuskan menyerahkan hidupnya untuk sepenuhnya
dilindungi oleh kalian? Demi orang-orang yang akan membuat keputusan besar
seperti itu dalam hidup mereka, tidak bisakah kalian bersabar? Mereka istimewa.
Sangat istimewa. Mereka harus dibedakan dari pacar-pacar kalian. Maka,
biarkanlah mereka menjadi yang teristimewa dibanding sekadar pacar-pacar kalian
yang mungkin selesai icip-icip malah dibuang dan dilupakan begitu saja..
Selain itu, coba bayangkan, jika ada seseorang
yang bilang: “suami/istrinya pernah tidur sama gue dulu..”. Lantas, seseorang
itu membeberkan segala tingkah pola kalian saat dilanda nafsu birahi di atas
ranjang. Aduh, coba bayangkan, bagaimana perasaan suami/istri kalian nanti?
Memang, beberapa akan menerima dengan lapang dada. Tetapi, sungguh saya pribadi
tak akan tega melukai hati orang istimewa tersebut. Hati orang yang mungkin
dengan lapang dada menerima hal tersebut. Maka, sebisa mungkin saya lah yang
harus melakukan pencegahan sebelum hal semacam itu betul betul terjadi.
2.
Untuk menjadi manusia yang selalu “berbusana”
di mana saja.
Pemikiran seperti ini saya dapat ketika pertama
kali membaca ‘Supernova: Petir’ nya Dee Lestari. Adegan di mana Electra
memergoki Watti di atas ranjang dengan pacarnya di SMA sangat mengena di dasar
pikiran saya. Kala itu Electra berpikir: “ke mana pun Watti pergi, akan selalu
ada manusia yang melihatnya tanpa busana.” Coba dipikir, serapat apapun pakaian
yang kalian kenakan, akan tetap ada manusia yang melihat kalian tanpa busana di
luar sana. Semakin sering gonta ganti pasangan, berarti semakin banyak yang
melihat kalian tanpa busana saat bepergian keluar rumah. Logika yang sangat
mengerikan sekali, bukan?
3.
Untuk menyembunyikan wajah orgasme dari orang
orang yang tidak berhak.
Wajah marah, sedih, bahagia, mungkin dapat
dengan mudah kita lihat pada diri seseorang. Tapi wajah orgasme? Hmm.. saya
rasa wajah seperti itu lebih baik disimpan untuk suami/istri saja. Bagi saya,
wajah orgasme sama berharganya dengan isi hati yang semestinya tidak
sembarangan kalian umbar di sosial media. Biarlah hanya orang terpilih yang
telah memutuskan untuk memilih kalian yang bisa melihatnya. Biarlah itu menjadi
rahasia di antara sepasang jiwa yang sudah memutuskan untuk hidup bersama
hingga maut memisahkan kelak. Manis, bukan?
Jadi begitulah, beberapa alasan kuat saya untuk tetap berada di golongan
yang menolak seks pra-nikah. Namun, saya tetap menghormati kaum yang
berseberangan pendapat dengan saya, karena tentunya mereka juga punya alasan
untuk menjadi sedemikian. Mohon maaf jika tulisan saya terasa menyinggung
pihak-pihak yang berseberangan pendapat dengan saya.
Terakhir, saya ingin berpesan pada para perempuan: jika laki-laki
memaksa kalian dan membawa bawa perkara sayang menyayangi, teguhkan saja
pendirian. Karena, orang yang saling menyayangi seharusnya akan saling menjaga
prinsip masing masing dan mampu berpikir lebih jernih dari sekadar nafsu birahi
sesaat. Kalau betul betul merasa sayang dan sudah cocok luar dalam, percayalah
dia akan datang meminta langsung pada kedua orang tua di rumah, bukan meminta
kalian menyerahkan tubuh pada mereka.. :)
Setuju, jika itu terjadi dan ada yang memberitahukan kita tentang pasangan sebelum nikahnya gimana, yang ada sakit hati kali ya, dan jika udah sakit hati, hmm entah bagaimana perasaan pasangan tentu sangat teriris-iris
ReplyDeletetapi kalo saya, biarpun ada di sisi yang tidak melegalkan seks pra-nikah, bukan berarti saya menolak sama sekali berteman dekat dengan yang melegalkan. sedih banget pasti lah ya, tapi manusia kan ngga ada yang sempurna hehe.. asal saya ngga dipaksa pindah sisi aja sih.. haha
Delete